(Un)produktif ala Millennial: Hustle Culture

Apakah kamu seakan telah menjadi budak deadline, always on dengan ponsel 24/7, dan kadang tidak enakan untuk menolak penawaran atau permintaan orang lain?. Kamu mungkin juga sudah lupa dengan tidur 8 jam sehari, makan 3 kali sehari, asiknya nonton film dan rebahan di akhir pekan. Oh, bahkan kata ‘akhir pekan’ dan ‘liburan’ pun sudah hilang dari kamusmu. Hati-hati kamu sudah masuk dalam pusaran Hustle Culture!

 

Sejak hustle culture menyerang, kamu mulai kehilangan waktu bersama orang-orang terdekat, jarang pulang kampung menemui keluarga, jarang hangout bareng temen-temen, lelah fisik dan mental hingga burn out. Tahukah kamu bahwa kerja keras bagai kuda yang berlebihan justru akan membuat karir kita tidak bertahan lama karena kita tidak benar-benar produktif. Menjadi produktif bukan tentang seberapa cepat kita mencapai tujuan dan menyelesaikan segala hal, namun bagaimana kita menyusun prioritas dan bekerja secara efektif untuk hasil yang berkualitas.

 

Why do people tend to hustle?

  1. Mindset tentang kesuksesan dan kerja keras yang keliru

Beberapa orang jenius yang memiliki jam tidur terhitung sedikit adalah Nikola Tesla (2 jam) dan Leonardo da Vinci (5 jam). Hal tersebut terkadang menimbulkan mindset, jika ingin sukses maka harus memiliki sedikit jam tidur. Hal tersebut dapat dinilai salah. Karena untuk menjadi sukses, kita tidak harus mengorbankan waktu istirahat. Selain itu, ajaran untuk selalu bekerja keras dapat membawa seseorang ke dalam mindset hustle culture. Terutama jika ajaran tersebut telah diberikan sedari kecil.

  1. Cara mencapai kebebasan finansial

Beberapa orang yang bekerja mencari kebutuhan finansial mengorbankan waktu istirahat mereka demi sesuatu yang ingin mereka raih. Selain demi finansial, seseorang biasanya melakukan hal tersebut demi menggapai cita-cita. Sehingga, mereka terkadang terlalu mendedikasikan waktu yang mereka miliki untuk memperoleh apa yang mereka inginkan.

  1. Kompetisi dalam produktivitas dan anggapan menjadi ‘sibuk’ itu keren

Sudah menjadi hal yang umum bagi manusia untuk melakukan kompetisi di berbagai macam bidang. Salah satunya ialah berkompetisi dalam berproses. Setiap individu selalu berusaha agar mereka terlihat menakjubkan saat berusaha meraih sesuatu. Namun, tidak semua upaya yang mereka usahakan benar. Mereka berusaha untuk terlihat keren, namun terkadang lupa dengan dampak positif maupun negatif atas perbuatan yang mereka lakukan.

  1. Workaholic sebagai lifestyle

Ajaran untuk selalu bekerja keras dari kecil dapat mengakibatkan seseorang menjadi individu workaholic. Akan tetapi, seseorang juga dapat berubah menjadi workaholic jika ia sedang dalam kondisi yang memaksanya harus berbuat seperti itu. Seseorang juga dapat menjadi workaholic jika ia pernah mengalami sesuatu. Contohnya adalah saat seorang mahasiswa mendapatkan nilai C dan ia merasa tidak terima. Semenjak kejadian itu, ia kemudian bertekad untuk lebih rajin belajar.

 

How do we cope with hustle culture?

  1. Take one step backwards. Lihat kembali tujuan kita apa, apakah kita sudah melakukannya dengan tepat, what do we miss, dan susun strategi seefektif mungkin sehingga kita bisa bergerak dua langkah lebih maju.
  2. Sediakan waktu untuk me time dan relax. We are not a machine, bahkan mesin pun butuh istirahat, makan, dan perawatan.
  3. Take your time. Setiap kita merasa sedang terburu-buru atau feeling rushed, ambil waktu untuk berhenti sejenak dan berpikir “Kenapa terburu-buru? Apakah benar dengan terburu-buru ini akan membuatku bergerak maju?”
  4. Tekuni hobi di luar hal-hal pekerjaan utama sebagai sarana refreshing dan “mengistirahatkan” tubuh serta pikiran.
  5. Fokuskan diri kita dengan the 8 magic ‘C’ words: calm (ketenangan), clarity (kejernihan pikiran), confidence (kepercayaan diri), curiosity (rasa ingin tahu), compassion (kasih sayang), creativity (daya cipta), connectedness (keterhubungan), dan courage (keberanian dan keteguhan).

 

Nah, setelah membaca informasi mengenai hustle culture tadi, temen-temen pasti langsung paham dong mengenai apa itu hustle culture. Terus, langkah temen-temen semuanya bakalan kayak gimana nih? Akankah kamu akan tetap menjadi seorang yang workaholic? Ataukah kamu akan mengevaluasi kembali kebiasaan kamu? Apapun keputusan tersebut, pastikan kamu membuat keputusan yang benar yaa!

 

Referensi

The Sleep Judge. The Strange Sleeping Habits of Five Great Geniuses. https://www.thesleepjudge.com/the-strange-sleeping-habits-of-five-great-geniuses/#:~:text=Albert%20Einstein,-Einstein’s%20name%20is&text=Einstein%20is%20said%20to%20have,the%20personification%20of%20liberal%20sleep!  Retrieved October 2, 2020

Da Costa, C. (2019). Stop Idolizing Hustle Culture and Do This Instead. Retrieved, October 2, 2020, from https://www.forbes.com/sites/celinnedacosta/2019/04/28/stop-idolizing-hustle-culture-and-do-this-instead/

Robinson, B. (2019). The ‘Rise and Grind’ of Hustle Culture. Retrieved, October 2, 2020, from  https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-right-mindset/201910/the-rise-and-grind-hustle-culture

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.