Beberapa saat yang lalu terdengar suara bergemuruh dan baru saja muncul notifikasi di hp si A yang bertuliskan, “Gunung Angan-Angan baru saja erupsi”. Si A langsung teringat kejadian lima tahun silam, ketika gunung di lain daerah erupsi besar dan kondisi pemukiman warga porak-poranda. Si A yang rumahnya berada di lereng gunung tersebut menyadari situasi dan segera berlari mencari ibu dan ayahnya. Ia terengah-engah dan mengatakan bahwa mereka semua harus segera mengungsi. Sebelum ayah dan ibunya berhasil mencerna kalimat si A, ia justru sudah berjalan cepat mengambil tas ransel. Dahinya berkerut, butiran keringat muncul di sana, deru nafas dan detak jantungnya cepat, dan ia berjalan kesana-kemari bingung mengambil benda yang dirasanya penting untuk dibawa.
Respon si A dalam menghadapi berita di atas disebut panik. Menurut APA Dictionary, panik adalah ketakutan tiba-tiba, tidak terkontrol, dapat melibatkan kebingungan, teror, dan perilaku irasional yang disebabkan karena ancaman yang dirasakan. Dalam kasus si A, stimulus yang membuatnya panik adalah bayangan atas dampak buruk dari erupsi Gunung Angan-Angan. Ia takut karena merasa nyawa diri dan keluarganya terancam.
Definisi panik mengandung kata “ketakutan”t. Lalu, untuk apa manusia memiliki rasa takut? Rasa takut adalah salah satu bentuk dari emosi. Dikutip dari American Chemical Society (2013), Abigail Marsh mengatakan bahwa ketakutan ialah ekspektasi atau antisipasi individu terhadap suatu bahaya yang mungkin akan menimpanya dan ia menyampaikan bahwa tubuh kita sensitif terhadap bentuk emosi tersebut sehingga terdapat banyak cara untuk menyalurkan sinyal rasa takut menuju otak. Oleh karena itu, dengan adanya rasa takut, individu lebih siap menghadapi ancaman yang tertuju padanya. Kemudian, panik dan rasa takut ini dapat dijelaskan lebih lanjut dalam fenomena fight or flight.
Respons fight or flight adalah suatu proses dimana seseorang menganggap bahwa stres tersebut adalah sebuah ancaman. Ancaman tersebut dapat berupa ancaman yang besar maupun ancaman yang kecil. Bila dirasa ancaman tersebut merupakan ancaman kecil, individu tersebut akan memberikan perlawanan. Sementara, bila ancaman tersebut dirasa ancaman yang lebih besar dari kemampuan individu tersebut, ia akan cenderung melarikan diri dari ancaman atau masalah tersebut. Selain memberikan penilaian terhadap ancaman tersebut, mekanisme respons fight or flight juga merupakan serangkaian proses kimiawi dalam tubuh yang dapat memengaruhi kesehatan. Selain itu, respons ini berorientasi pada masalahnya. Jadi bagaimana masalah tersebut dapat segera diselesaikan atau bagaimana kita bisa segera menghindari masalah tersebut agar kehidupan berjalan normal kembali. Respons fight or flight merupakan hal yang natural yang terjadi pada setiap manusia.
Berdasarkan artikel sehatqu.com (2020) berikut contoh dari fungsi saraf simpatetik yang membuat perubahan fisiologis pada tubuh saat merespons stres:
Perubahan denyut jantung. Jantung akan berdetak lebih cepat untuk membawa oksigen ke otot utama tubuh. Dalam kondisi freeze, detak jantung dapat meningkat maupun melambat.
Laju pernapasan. Pernapasan menjadi meningkat untuk mengirimkan lebih banyak oksigen ke darah. Dalam respons freeze, kita cenderung akan menahan napas atau membatasi pernapasan.
Darah. Darah akan mengental dan meningkatkan elemen tubuh yang berperan dalam pembekuan. Kondisi ini mempersiapkan tubuh apabila terjadi cedera.
Kulit. Kulit akan mengeluarkan lebih banyak keringat atau mungkin menjadi dingin. Kita juga mungkin akan terlihat pucat atau merinding.
Tangan dan kaki. Saat aliran darah meningkat ke otot utama, tangan dan kaki akan menjadi dingin.
Namun, gejala-gejala panik tersebut dapat kita atasi saat sedang terserang panik ataupun saat sedang gugup. Ada beberapa tips yang Repsigama bagikan agar kita dapat mengontrol panik ataupun gugup.
Atur pernapasan. Kita perlu mengatur pernapasan agar kita lebih tenang dalam menghadapi situasi yang membuat kita panik. Hal ini juga dapat membantu dalam mengatasi kecemasan berlebih. Caranya:
Tarik napas dalam secara perlahan selama 7 detik
Kemudian tahan napas selama 4 detik
Dan hembuskan napas selama 7 detik
Lakukan secara berulang
Berikan ruang kepada diri sendiri untuk menenangkan diri. Caranya: Cari ruang tersendiri yang jauh dari kerumunan. Lalu, lakukan pernapasan dan tenangkan diri terlebih dahulu.
Mindfulness. Mindfulness membantu kita agar lebih tenang dalam menghadapi sesuatu. Selain itu, mindfulness membantu untuk mengurangi overthinking dan kekhawatiran yang sebenarnya belum terjadi. Caranya: sadar akan situasi yang terjadi saat ini. Hindari berpikir mengira-ngira apa yang akan terjadi setelah ini dan usahakan untuk berpikir here and now ( disini dan sekarang)
Pikirkan sesuatu yang kita sukai. Dengan fokus memikirkan hal yang disukai, artinya perhatian kita akan teralih kepada hal yang membuat perasaan dan pikiran lebih rileks. Misalnya, kita memikirkan seakan-akan sedang berjalan-jalan di taman dengan suasananya yang asri dan sejuk.
Referensi
American Chemical Society. (2013). The chemistry of fear: A new video from the American Chemical Society. Diakses 6 Maret 2021, dari https://www.acs.org/content/acs/en/pressroom/newsreleases/2013/october/the-chemistry-of-fear-a-new-video-from-the-acs.html
Dwiputra, K.P. (2019). Tips mengatasi serangan panik saat gugup. Diakses 8 Maret 2021, dari https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3634479/tips-mengatasi-serangan-panik-saat-gugup
Gazzaniga, M. S., Heatherton, T. F., & Halpern, D. F. (2016). Psychological science. London: W.W. Norton & Company
https://dictionary.apa.org/panic
Utari, Reni. (2020). Mengenal mekanisme fight or flight sebagai respons diri terhadap bahaya. Diakses 6 Maret 2021, dari. https://www.sehatq.com/artikel/mengenal-mekanisme-fight-or-flight-sebagai-respons-diri-terhadap-bahaya
Penulis : Ramadhanti Dhea U. dan Salma Azzahra N.P.
Editor : Fadia Nisya Prasanti