Seseorang yang hidup pasti akan mati. Hal ini merupakan suatu kenyataan yang pahit tetapi pasti akan terjadi suatu hari nanti. Tidak ada seseorang yang bisa menangkal dan menghindari kematiannya. Perihal kematian akan selalu menjadi topik yang menyedihkan bagi setiap manusia, baik yang menjalaninya maupun orang-orang disekitarnya. Dalam psikologi, seorang tokoh menciptakan sebuah teori tentang fase-fase seseorang dalam menghadapi sebuah kematian.
Kubler-Ross (1970) telah menemukan sebuah teori tentang kematian. Teori ini menjelaskan tentang bagaimana seseorang melewati fase-fase menjelang kematian dari yang awalnya menolak keadaan tersebut hingga pada akhirnya bisa menerima keadaannya. Tahapan ini dibagi menjadi 5 fase perilaku dan pemikiran saat seseorang dihadapkan menjelang kematian.
- Tahap 1: Menyangkal dan Isolasi (Denial and Isolation)
Menyangkal merupakan tahapan pertama yang seseorang alami saat Ia dihadapkan dengan kenyataan menjelang kematian. Pada tahapan ini, seseorang akan tetap menyangkal keadaannya hingga fase ini dapat berkurang seiring dengan adanya kesadaran akan kematian, serta adanya pertimbangan finansial dan memberatkan keluarga (Santrock, 2018).
Pada orang-orang yang berduka, mereka akan menolak untuk menerima suatu kebenaran, bahwa Ia telah kehilangan seseorang yang disayang karena pada fase ini seseorang akan mengalami patah hati yang begitu dalam. Ia lebih memilih realita yang Ia sukai yaitu mempercayai bahwa orang yang tersayang masih berada di dekatnya (Wang & Wang 2021). Keadaan ini bersifat sementara dan pada akhirnya seseorang akan memasuki fase yang kedua.
- Tahap 2: Kemarahan (Anger)
Penyangkalan merupakan hal yang tidak dapat bertahan dalam waktu yang lama. Seseorang akan berubah menghadapi fase kemarahan dan cenderung akan membenci serta iri terhadap orang-orang yang belum menemui kematiannya (Santrock, 2018). Pada tahapan ini, seseorang akan bertanya-tanya mengapa harus dia yang mengalami kematian. Kemarahan tersebut akan diproyeksikan kepada orang-orang sekitarnya seperti penjaganya, dokter, perawat, anggota keluarga, bahkan Tuhan sekalipun.
Sedangkan, pada orang-orang yang berduka Tidak ada pilihan lain selain dihadapkan dengan kehilangan orang tersayang, hal ini dapat menyulut kemarahan serta banyak emosi negatif yang mereka proyeksikan pada orang lain maupun pada dirinya sendiri. Hal ini terjadi karena seseorang merasa bersalah dan frustasi atas apa yang terjadi (Wang & Wang 2021).
- Tahap 3: Menawar (Bargaining)
Penyangkalan dan kemarahan tidak menjadi suatu hal yang berujung hingga pada titik ini seseorang akan mengalami fase menawar. Dalam fase ini, seseorang akan membangun sebuah harapan bahwa kematiannya bisa ditunda bagaimana caranya. Seseorang akan bernegosiasi, seringkali kepada Tuhan, memohon tambahan waktu untuk bisa hidup dan berjanji untuk hidup lebih baik lagi kedepannya ( Santrock, 2018).
Di sisi lain, bagi seseorang yang berduka akan berusaha untuk mengubah keadaannya. Seseorang percaya bahwa orang yang dicintainya dapat dipertahankan keberadaanya sehingga ada hal yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan orang yang tersayang. Seseorang akan berandai-andai dan bernegosiasi untuk dapat menyelamatkan orang tersayangnya (Wang &Wang, 2021).
- Tahap 4: Depresi (Depression)
Depresi adalah tahap keempat dari Kubler-Ross Theory. Pada tahap ini, orang-orang yang berduka mulai sadar dan paham bahwa fakta tentang kematian tidak dapat diubah sehingga membuat mereka mengalami keputusasaan, mati rasa, dan depresi (Wang & Wang, 2021). Depresi mewakili kekosongan yang dirasakan ketika hidup dalam kenyataan dan menyadari bahwa orang tersayang akan atau telah meninggal (Gregory, 2021). Selain itu, depresi ini juga dapat berimbas pada mental dan fisik, misalnya insomnia, kehilangan nafsu makan, dan bahkan upaya bunuh diri. Bahkan, seseorang yang tidak dapat melewati tahap depresi ini sering kali memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Dalam tahap depresi, seseorang yang akan menghadapi kematian sudah mulai menerima kepastian atas kematiannya (Santrock, 2018). Muncul sintom depresi atau duka cita yaitu orang cenderung lebih pendiam, menolak dikunjungi, serta menghabiskan banyak waktunya dengan menangis dan berduka. Namun, tindakan ini adalah hal yang wajar, orang berusaha merelakan untuk melepaskan diri dari seluruh objek yang disayangi. Sebaiknya, keluarga dan orang terdekat tidak menghibur secara berlebihan, tetapi lebih memberi waktu orang tersebut untuk merenung dan berpikir mengenai kehidupan dan kematian.
- Tahap 5: Menerima (Acceptable)
Bagi mereka yang berduka, tahap keempat ini adalah dimana mereka sudah menerima kenyataan bahwa orang yang mereka sayangi akan atau telah meninggal (Wang & Wang, 2021). Meskipun meninggalkan rasa yang tidak nyaman, tetapi mereka sadar tidak boleh terjebak pada masa lalu dan rasa kehilangan. Orang yang berduka mulai memahami jika hidup akan terus berjalan, meskipun orang tersayang memang tidak akan pernah bisa tergantikan (Gregory, 2021). Oleh karena itu, mereka mulai belajar untuk menyesuaikan diri dengan keadaan baru sebagai upaya melanjutkan kehidupan mereka tanpa orang yang mereka sayangi. Untuk mencapai tahap penerimaan dan melanjutkan hidup, mereka yang berduka juga harus berdamai dengan kesalahan yang mungkin pernah mereka perbuat agar tidak membiarkan mereka hidup dengan rasa bersalah (Wang & Wang, 2021).
Menerima adalah tahap kelima dari Kubler-Ross Theory bagi orang yang menghadapi kematian digambarkan mengenai tahapan akhir perjuangan menjelang kematian. Kubler-Ross menyatakan bahwa pada tahap ini orang sudah mulai menerima nasibnya sehingga mengembangkan rasa damai, ikhlas, dan kebanyakan ingin dibiarkan sendiri. Selain itu, perasaan dan rasa sakit pada fisik mungkin hilang (Santrock, 2018).
Sebenarnya, lima tahapan berduka dalam Kubler-Ross Theory dialami secara bervariasi antar orang. Tidak semua orang melewati kelima tahap yang ada, terdapat juga orang hanya melalui beberapa tahap berduka (Wang & Wang, 2021). Kubler-Ross menyatakan bahwa setidaknya ada dua tahap berduka yang dilalui oleh setiap orang. Namun, apapun dan berapapun tahap yang dilalui, tahap terakhir selalu penerimaan (acceptable).
Kelima tahapan Kubler-Ross Theory sayangnya belum didukung oleh hasil riset. Selain itu, menurut Robert Kastenbaum, teori ini juga tidak mempertimbangkan faktor perbedaan individual, seperti dukungan keluarga, kondisi lingkungan sekitar, dan jenis penyakit yang diderita (Santrock, 2018). Namun, Kubler-Ross Theory setidaknya telah menjadi pelopor yang membawa kesadaran mengenai pengalaman kematian adalah hal yang tidak dapat disangkal. Teori ini juga menyerukan agar orang-orang yang sedang berjuang menghadapi kematiannya mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik dan perhatian psikologis. Oleh karena itu, Kubler-Ross Theory tidak dapat digunakan sebagai standar kontemporer untuk proses berduka (Avis dkk., 2021).
Daftar Pustaka
Avis, K. A., Stroebe, M., & Schut, H. (2021). Stages of Grief Portrayed on the Internet: A Systematic Analysis and Critical Appraisal. Frontiers in psychology, 12, 772696. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.772696
Gregory, Christina. (2021, Mei 4). The Five Stages of Grief: An Examination of the Kubler-Ross Model. Psycom.net. Diakses dari https://www.psycom.net/depression.central.grief.html
Kübler-Ross, E. (1970). On death and dying. Collier Books/Macmillan Publishing Co.
Santrock, J. W. (2018). A Topical Approach to Life-span Development Ninth Edition. New York: McGraw-Hill Education, Chapter 1-9.
Wang, R., & Wang, Y. (2021). Using the Kübler-Ross Model of Grief with Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD): An Analysis of Manchester by the Sea. The Journal of English Language and Literature, 5, 79-92. Doi: 10.31002/metathesis.v5i1.3700