Merajut Kembali Asa: Dukungan Psikososial untuk Anak di Wilayah Pengungsian Bencana

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia serta Samudera Hindia dan Samudra Pasifik. Meskipun menyimpan keindahan alam yang sangat luar biasa, Indonesia juga memiliki kurang lebih 129 gunung api aktif (termasuk dalam ring of fire). Selain itu, Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, serta Pasifik. Tentunya, hal ini membuat Indonesia rentan mengalami bencana alam. Misalnya beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada tanggal 21 November 2022, terjadi bencana gempa bumi dengan magnitudo 5,6 SR di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. 

Bencana dapat mengakibatkan berbagai dampak, baik dampak fisik maupun dampak psikis kepada seluruh warga yang tinggal di lokasi bencana. Tak terkecuali juga pada anak-anak. Menurut UNICEF (2018), terdapat beberapa dampak negatif  jangka panjang terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak-anak akibat dari bencana tersebut, misalnya terpisah dari keluarga atau bahkan kehilangan keluarga. Bagi anak-anak yang selamat dari bencana pun dalam menghadapi kehidupan di pengungsian untuk waktu yang tidak sebentar, dapat membuat mereka mengalami kebosanan dan rasa tidak nyaman. Dikutip dari Supeno (2010), mereka secara tidak langsung harus beradaptasi dengan lingkungan pengungsian yang kondisinya jauh dari kondisi ideal sebelum terjadi bencana. 

“Emergency Field Handbook: A Guide for UNICEF Staff” oleh UNICEF (2005), menerangkan bahwa anak-anak yang terjebak dalam situasi darurat, termasuk halnya anak-anak korban bencana alam memiliki kebutuhan dan hak yang sama seperti anak-anak pada umumnya. Hak dasar anak tersebut meliputi hak untuk hidup, tumbuh kembang, partisipasi, dan perlindungan. Dalam kondisi kedaruratan bencana ini, tentunya menuntut kesiapan seluruh pelaku kemanusiaan untuk selalu mengedepankan prinsip-prinsip perlindungan dalam penanganan korban bencana terutama bagi kelompok rentan, yang salah satunya anak-anak, dalam urgensi penanganannya yang masih belum mendapatkan perhatian secara proporsional sesuai dengan kebutuhan dan haknya (Parawansa, 2015).

Perlindungan anak dalam segi psikologis salah satunya dapat dilakukan dengan memberikan dukungan psikososial. Layanan psikososial adalah relasi yang dinamis antara aspek psikologis dan sosial seseorang yang dilakukan untuk memberikan intervensi perkembangan yang sesuai untuk anak-anak yang mengalami kesusahan setelah bencana alam. Namun, beberapa anak mungkin mengalami gejala klinis, yang mengharuskan konseling profesional. Hal itu sangat diperlukan bagi anak-anak karena pada dasarnya anak-anak belum bisa untuk mengartikulasikan perasaan yang dirasakan pasca bencana serta kesulitan untuk bercerita mengenai kecemasan serta ketakutan yang dirasakan (Mulyasih & Putri, 2019).

Menurut Trustisari (2021) dan Octaviany (2021), beragam cara dapat dilakukan untuk menerapkan kegiatan psikososial terhadap anak-anak yang terdampak bencana, antara lain: 

  1. Activity Daily Living Mapping, anak-anak dapat menggambarkan kegiatan rutinnya sebelum terjadinya bencana dan setelah berada di wilayah pengungsian, serta harapan di yang mereka inginkan. Kegiatan ini dilakukan untuk menentukan apakah bisa memberikan gambaran kegiatan yang dilakukan sehari-hari.
  2. Body Mapping, dilakukan dengan menggambar bentuk manusia dengan abstrak, kemudian mencatat apa yang mereka bayangkan, mereka lihat, mereka dengar, mereka cium, mereka rasakan saat terjadinya bencana, kemudian mencatat keinginan yang mereka inginkan untuk hari yang akan datang. Kegiatan ini dilaksanakan untuk melakukan deteksi awal apabila anak mengalami trauma awal karena bencana. Anak-anak pun juga dapat diberikan edukasi sembari bermain. 
  3. Cerita dan menggambar, kegiatan ini dilakukan untuk anak-anak usia 4-6 tahun. Anak-anak diberikan media untuk menggambar. Kemudian, anak-anak diminta untuk menggambar dan menerangkan gambar yang telah diciptakan. 

Dukungan psikososial ditujukan agar dapat mengembalikan kondisi individu yang menjadi korban bencana supaya setelah peristiwa bencana terjadi, mereka tetap dapat menjalankan perannya secara optimal dan juga memiliki ketangguhan menghadapi masalah, sehingga menjadi produktif serta berdaya guna kembali. Trauma yang mungkin terjadi pada anak-anak ini juga tak dapat dibiarkan begitu saja terlalu lama. Harapannya juga, dengan memberikan bantuan psikososial kepada anak-anak yang menjadi korban bencana, akan membuat keadaan psikologis dari anak tersebut perlahan-lahan membaik dan mendapatkan haknya meskipun sedang tinggal di pengungsian. 

 

Referensi:

Mulyasih, R., & Putri, L. D. (2019). Trauma Healing Dengan Menggunakan Metode Play Therapy Pada Anak-Anak Terkena Dampak Tsunami Di Kecamatan Sumur Provinsi Banten. Bantenese: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(1).

Octaviany, R., Kuswanda, D., & Mildawati, M. (2021). Teknologi Peningkatan Kemampuan Relawan dalam Pemberian Layanan Dukungan Psikososial di Badan Amil Zakat Nasional Tanggap Bencana Provinsi Jawa Barat. BIYAN: Jurnal Ilmiah Kebijakan dan Pelayanan Pekerjaan Sosial, 3(2), 110–129. https://doi.org/10.31595/biyan.v3i02.439

Parawansa, K. I. (2015). Global Protection Cluster Child Protection. Standar Minimum Perlindungan Anak dalam Aksi Kemanusiaan: Kontekstualisasi Indonesia. Jakarta: 

Supeno, H. (2010). Mewaspadai Eksploitasi Anak dalam Bencana. Dalam H. Supeno, Susilahati, F. Ma’ruf, Susanto, & Fatmawati, Dari Wasior, Mentawai, sampai Merapi: Perspektif Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat, 45–49.

Trustisari, H., Muhammad, M., Kartika, D., & Purnomo, E. (2021). Kolaborasi Civitas Akademika dan Kementerian Sosial RI dalam Penerapan Dukungan Psikososial pada Masyarakat Terdampak Banjir di Wilayah Cawang Jakarta Timur. TIARSIE, 18(5), 139–143. http://repository.binawan.ac.id/id/eprint/1566 

UNICEF. (2018). A Future Stolen: Young and Out-of-School. https://www.unicef.org/eap/media/2176/file/out%20of%20school.pdf  

UNICEF: Division of Communication. (2005). Emergency field handbook : a guide for UNICEF staff. New York: (UNICEF). https://digitallibrary.un.org/record/570547