Apa itu Psikologi Kebencanaan?

Saat ini, psikologi dan pembahasannya merupakan hal yang sudah sangat tidak asing bagi sebagian besar orang, terutama orang-orang yang banyak berkutat di media sosial. Sama seperti psikologi, bencana merupakan hal yang sangat tidak asing dan pernah terjadi dalam pengalaman hidup sebagian besar penduduk dunia. Namun, bagaimana dengan psikologi kebencanaan? Apakah kamu pernah mendengar istilah ini? 

Sebagai penduduk negara Indonesia, tentunya kita sudah sering mendengar berita mengenai bencana yang terjadi di banyak penjuru daerah. Mulai dari gempa bumi, tanah longsor, banjir, angin puting beliung, tsunami, dan seterusnya. Bencana alam dan kejadian-kejadian traumatis sejenis itu tentunya dapat menjadi penyebab adanya perubahan yang signifikan terhadap kesejahteraan psikologis individu maupun komunitas masyarakat terkait. Nah, dengan banyaknya dampak yang mungkin akan menimpa seorang individu maupun komunitas pasca terjadinya bencana, maka penting untuk memahami peran dari psikologi dalam menghadapi serta mengatasi dampak yang ada. 

Dalam ilmu kebencanaan, terdapat dua jenis pendekatan psikologi yang digunakan, yaitu psikologi kebencanaan tradisional yang muncul terdahulu dan psikologi kognitif kebencanaan yang muncul sebagai evaluasi terhadap psikologi kebencanaan tradisional (Nouchi, 2015). Dalam tulisannya, Nouchi (2015) menjelaskan lebih lanjut hal yang dievaluasi sehingga memunculkan adanya psikologi kognitif kebencanaan. Pendekatan tradisional tidak bisa menjelaskan secara spesifik mengenai bencana yang penyebabnya berhubungan dengan perilaku manusia. Pendekatan tradisional lebih berfokus pada efek atau dampak bencana terhadap lingkungan dan kehidupan sosial. Selain itu, Nouchi (2015) juga menjelaskan bahwa psikologi kebencanaan dengan pendekatan tradisional hanya meneliti hal-hal terkait fase setelah bencana. Sementara itu, psikologi kognitif kebencanaan meneliti hal-hal yang terkait fase sebelum, saat, dan setelah bencana. 

Psikologi kognitif kebencanaan merupakan kombinasi dari beberapa rumpun ilmu, yaitu kebencanaan, psikologi, dan kognitif (Nouchi, 2015). Psikologi kognitif kebencanaan ini berhubungan pula dengan proses mental manusia, perilaku, dan sistem sosial. Nouchi (2015) menyatakan bahwa psikologi kognitif kebencanaan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu studi dasar dan studi lanjutan. Studi dasar bertujuan untuk mengklarifikasi proses mental dan perilaku manusia dalam situasi bencana, misalnya perilaku evakuasi, persepsi risiko, dan pengambilan keputusan. Sementara itu, studi lanjutan bertujuan untuk mengembangkan dan mengevaluasi sistem pencegahan, mitigasi, dan pemulihan, misalnya dengan program pendidikan dan pelatihan untuk pencegahan bencana.

Studi dasar dalam psikologi kognitif kebencanaan memberikan wawasan yang mendalam tentang pola pikir dan perilaku manusia saat dihadapkan pada keadaan darurat atau bencana. Hal ini mencakup tentang bagaimana manusia merespons peringatan bahaya, bagaimana memproses informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan yang tepat, dan cara mengelola emosi serta stres selama keadaan kritis. Pengetahuan ini dapat membantu dalam merancang strategi evakuasi yang lebih efektif, meningkatkan kesadaran masyarakat akan risiko bencana, dan mengoptimalkan respons dalam situasi darurat.

Sementara itu, studi lanjutan membuka jalan untuk pengembangan sistem pencegahan, mitigasi, dan pemulihan yang lebih baik. Ini mencakup perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tindakan pencegahan bencana, serta pelatihan untuk membekali mereka dengan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi bencana. Evaluasi terus-menerus atas efektivitas strategi pencegahan dan mitigasi ini membantu meningkatkan respons dan keamanan komunitas saat bencana terjadi.

Menurut Wahyuni et al., (2023) terdapat dua kegiatan besar yang kemudian disebut juga dengan Disaster Management Style dalam pengelolaan bencana. Siklus ini terdiri dari kegiatan sebelum terjadi bencana dan kegiatan setelah bencana.

  • Pre-event (sebelum terjadinya bencana)

Pada pre-event terdapat beberapa kegiatan yang dapat dilakukan, misalnya berupa kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana (disaster preparedness) dan kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengurangi dampak yang mungkin timbul jika bencana terjadi (disaster mitigation).

  • Post-event (setelah terjadi bencana)

Pada tahap ini, bencana telah terjadi dan tentunya sangat diperlukan respon terhadap situasi bencana (disaster response/emergency response) dan proses pemulihan atau rehabilitasi dari dampak bencana yang ada. Pengurangan resiko bencana atau disaster reduction juga dilakukan berdasarkan dari perpaduan kegiatan mitigasi dan disaster preparedness yang disusun pada siklus pre-event sebelumnya.

Nah, secara keseluruhan, psikologi kognitif kebencanaan adalah bidang yang penting untuk memahami dan meningkatkan respon manusia terhadap bencana serta membentuk strategi yang lebih efektif dalam memitigasi dan memulihkan dampak bencana.

 

Penulis : Aulia Nur Zahro dan Trixy Theodora Situngkir

Editor   : Ivana Galuh Paramita

Desain: Intansari Kusumaningtyas

 

Referensi:

Nouchi, R. (2015). Introduction of disaster cognitive psychological science. Open Journal of Social Sciences, 3(3), 139-143. http://dx.doi.org/10.4236/jss.2015.33022

Wahyuni, R., Rahman, A., & Putri, R. N. (2023). Mitigasi & Psikologi Kebencanaan. CV. Suluah Kato Khatulistiwa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.