Mengenal Resiliensi dan Altruisme pada Relawan Bencana

Teman-teman, pernahkah kalian menjumpai relawan bencana? Relawan umumnya turut membantu penyintas bencana secara sukarela. Pemberian bantuan secara sukarela tersebut termasuk sebagai perilaku altruisme. Lalu, kemampuan seperti apa yang diperlukan relawan saat memberikan bantuan secara sukarela dalam situasi yang begitu sulit? Sebelum membahas secara lebih jauh, yuk kita berkenalan dengan istilah altruisme dan resiliensi!

 Altruisme ditandai dengan adanya keinginan atau motivasi dari dalam diri untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain secara sukarela tanpa mengharapkan balasan (Baaron & Byrne, 2004, as cited in Melina et al., 2012). Individu dengan tingkat altruisme yang tinggi umumnya mampu berempati atau merasakan kondisi yang dialami orang lain. Selain itu, altruisme juga menggambarkan individu yang lebih mengutamakan kepentingan orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Berdasarkan penelitian oleh Rushton & Allen (1983), terdapat hasil bahwa relawan rupanya memiliki karakteristik altruisme yang lebih tinggi daripada individu nonrelawan. Altruisme pada relawan dapat ditinjau melalui adanya efikasi diri, standar moral yang tinggi, serta emosi yang cenderung stabil.

Sementara itu, resiliensi dalam konteks bencana diartikan sebagai kemampuan untuk bangkit kembali dan kembali normal meskipun ada penderitaan dan kehancuran yang terjadi setelah bencana. Resiliensi bukan hanya sekadar kemampuan untuk menghadapi situasi krisis dan bangkit kembali ke keadaan normal dengan cara yang fleksibel, tetapi juga memungkinkan seseorang untuk mempertahankan kapasitas dan kemampuannya untuk berpikir, merencanakan, dan memutuskan sesuatu. Berbicara mengenai konteks bencana, Desousa dan Shrivastava (2017) menjelaskan bahwa resiliensi ternyata dibutuhkan bukan hanya bagi para penyintas bencana yang mengalami trauma saja, loh! Melainkan juga bagi para relawan ataupun petugas yang terlibat dalam program pemulihan bencana, meskipun para relawan tersebut sudah terlatih ataupun sudah memiliki pengalaman sekalipun. Hal tersebut karena para relawan sering kali harus berhadapan dengan realita yang mengenaskan pascabencana, seperti porak porandanya lokasi bencana akibat bangunan runtuh dan mencari serta mengevakuasi jasad para korban bencana. Desousa dan Shrivastava juga memaparkan bahwa tekanan mental dapat lebih berisiko apabila para relawan mengevakuasi jasad korban dalam jumlah yang cukup banyak dan/atau jasad anak-anak. Hal ini berdampak terhadap kondisi psikologis dari relawan tersebut yang pastinya memerlukan kondisi mental dan fisik yang kuat berani untuk menghadapi situasi pascabencana agar tetap bisa bertindak secara strategis (Melina et al., 2012)

Lalu, bagaimana, sih, hubungan antara resiliensi dengan altruisme? Ternyata, semakin tinggi tingkat resiliensi pada relawan bencana, maka semakin tinggi pula tingkat altruismenya (Melina et al., 2012). Kemudian, Rushton & Allen (1983) menyatakan bahwa resiliensi merupakan salah satu karakteristik yang harus dimiliki oleh relawan bencana. Tingginya tingkat resiliensi pada relawan diharapkan dapat membantu relawan untuk berhadapan dengan berbagai resiko, tekanan, dan emosi bersifat negatif yang berisiko muncul ketika penerjunan berlangsung. 

Nah, akan tetapi, sebenarnya kita tidak harus jadi relawan terlebih dahulu untuk memiliki resiliensi yang tinggi dan menerapkan altruisme, loh, teman-teman! Seperti pepatah ‘apa yang kita tabur, itulah yang kita tuai’, kita juga bisa menerapkan perilaku altruisme dalam kehidupan sehari-hari. Saat terjadi situasi yang tidak kita harapkan, penting bagi kita untuk memiliki resiliensi dan kita juga dapat membantu orang lain di sekitar kita yang membutuhkan bantuan.

 

 

Penulis : – Yasmine Kirana Khairun Nisa 

  – Faizah Imani Nouriza 

Editor   : Ivana Galuh Paramita

Desain: Aqila Dea Nisrina

Referensi

Allen, N. J., & Rushton, J. P. (1983). Personality Characteristics of Community Mental Health Volunteers: a Review. Journal of Voluntary Action Research, 12(1), 36–49. https://doi.org/10.1177/089976408301200106

De Sousa, A., & Shrivastava, A. (2017). Resilience among people who face natural disaster. Journal of Psychiatrist’s Association of Nepal, 4(1), 1–4. https://doi.org/10.3126/jpan.v4i1.16735

Melina, G. G., Grashinta, A., & Vinaya, V. (2020). Resiliensi dan altruisme pada relawan bencana alam. Jurnal Psikologi Ulayat: Indonesian Journal of Indigenous Psychology, 1(1), 17–24. https://doi.org/10.24854/jpu1

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.