KERELAWANAN DI ERA DIGITAL: KAPAN PUN, DI MANA PUN, SIAPA PUN BISA MENJADI RELAWAN

Pernahkah kalian menjelajahi media sosial dan mengetik kata kunci volunteer? Bukan main, entah penawaran program kerelawanan, kiat-kiat menjadi relawan, atau bahkan diskusi tentang kerelawanan, menjamur di banyak platform media sosial. Yup, kerelawanan menjadi satu dari sekian aspek yang terpapar akibat masifnya perkembangan di era globalisasi. Menariknya, kesukarelaan ini dapat dilihat sebagai bagian dari rangkaian alami perkembangan internet, karena internet diciptakan oleh sekelompok sukarelawan yang percaya bahwa pengetahuan harus dapat diakses dengan cepat dan gratis, dan karena itu, sejak awal mulanya, internet telah berkembang pesat (Hamburger, 2008 pada Danet, Ruedenberg, Gurion, & Rosenbaum-Tamari, 1998; Rheingold, 1993). Ada contoh menarik bagaimana dahsyatnya internet memberi dampak dalam konteks kerelawanan. Elizabeth dan Tim, seorang ibu yang bekerja dari rumah, menggunakan internet untuk mengidentifikasi dan menghubungi calon donor peralatan olahraga. Bagi mereka yang bersedia untuk berkontribusi, mereka membangun mekanisme untuk mengumpulkan barang-barang sumbangan dan mengirimkannya ke Zambia (Hamburger, 2008). Tentu hal tersebut sangat menarik karena seluruh kegiatan relawan berlangsung di internet. Mereka yang berkontribusi dari belahan dunia dan latar belakang manapun sah bila dikatakan sebagai relawan. Terlebih lagi, banyak situs web yang memberikan para relawan berbagai pilihan mengenai seberapa besar kontribusi yang ingin mereka berikan melalui internet. 

Kerelawanan menggunakan internet era digital ini merujuk pada keterlibatan masyarakat dalam menjadi relawan dengan  melakukan tugas mereka menggunakan internet baik dari rumah mereka atau di luar lokasi tempat program relawan berlangsung (Ackermann, 2018 pada Mukherjee, 2011: 253). Oleh karena itu, kegiatan kerelawanan tersebut tidak harus bersifat interaktif mencakup penyediaan infrastruktur, tetapi hal yang menjadi fokus utama ialah relawan harus menginvestasikan waktu mereka demi kebermanfaatan orang lain. Melalui internet, jenis keterampilan dan motivasi pada relawan kemungkinan lebih bergantung pada tujuan dan visi kegiatan relawan dibandingkan pada lingkungan tempat kegiatan berlangsung (luring atau daring). Jika seseorang terlibat dalam kegiatan sukarela formal, terdapat beberapa keterampilan berorganisasi seperti berkoordinasi dengan orang lain dan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu diperlukan. Untuk kegiatan sukarela informal, keterampilan dan motivasi, seperti kepedulian terhadap orang lain, merupakan hal yang lebih penting (Ackermann, 2018).

Jadi, sebenarnya apa saja jenis kontribusi seorang relawan terhadap online volunteering ini? Pendefinisian globalisasi sebagai penyatuan dunia sangat memudahkan adanya online volunteering untuk terealisasi. Beberapa contoh aktivitas online volunteering adalah mengikuti kampanye atau petisi online, mengajar online secara sukarela, menulis artikel atau blog tentang isu tertentu, berdonasi online, atau mengelola media sosial organisasi tertentu (Sari, 2022). Internet berperan sebagai platform untuk menghubungkan calon relawan virtual dengan berbagai organisasi dan program kerja sukarela. Jenis kegiatan kerelawanan melalui internet ini bergantung pada tujuan dan kebutuhan suatu organisasi atau program sukarela. Meski begitu, kegiatan yang terlihat sepele tidak boleh dianggap remeh begitu saja. Hal tersebut karena sejatinya di dunia ini, langkah kecil yang dilakukan banyak orang nyatanya mampu mengubah keadaan.

Online volunteering mampu menjadi sarana bagi masyarakat yang lebih luas untuk ikut serta dalam sebuah kegiatan, tanpa terbatas ruang dan waktu. Artinya, setiap individu yang terhubung di dunia maya, secara inklusif memiliki kesempatan yang sama untuk mencari pengalaman yang sesuai dengan kemampuan untuk membantu sesama. Tak terkecuali individu yang memiliki keterbatasan mobilitas maupun disabilitas yang ingin menjadi sukarelawan  (Truman & Truman, 2017). Dalam konteks kebencanaan, siapa pun bisa menjadi relawan dan menyalurkan bantuan melalui donasi. Donasi tersebut dapat berupa donasi material, seperti bahan makanan dan pakaian, maupun uang yang nantinya akan dialokasikan untuk membantu penyintas. Menjadi sukarelawan melalui internet juga lebih hemat biaya karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk transport ataupun tempat menginap. Selain itu, online volunteering memiliki pengaruh yang mencakup level global karena mampu menghubungkan sukarelawan di seluruh dunia.

Di sisi lain, dengan luasnya jangkauan online volunteering, tentunya membuat beberapa hal menjadi terbatas. Dalam online volunteering, interaksi langsung tidak terjadi sebanyak ketika bertatap muka. Hal ini dapat menimbulkan perasaan disconnection terhadap anggota relawan yang lain, maupun kegiatan kerelawanan yang sedang digeluti (Phirangee & Malec, 2020). Kurangnya interaksi secara langsung juga memungkinkan terjadinya miskomunikasi dalam melakukan kegiatan kerelawanan dan menghambat efektivitas pekerjaan. Karena online volunteering mencakup masyarakat di seluruh belahan dunia, hal ini memunculkan permasalahan pada perbedaan zona waktu. Perbedaan zona waktu dapat memperlambat komunikasi yang terjalin antar relawan. Aktivitas di ruang daring tentu tidak lepas dari jaringan internet yang mendukungnya. Ketika suatu masalah terjadi, seperti jaringan internet lambat, interaksi antar relawan di internet turut terhambat. Menurut West (2015), penetrasi internet yang rendah kerap kali terjadi di negara dengan produk domestik bruto (PDB) per-kapita yang rendah. Terkadang, pengguna diharuskan untuk menunggu beberapa lama hingga internet dapat digunakan kembali.

Lalu, bagaimana caranya menjadi online volunteer yang baik? Dalam melaksanakan kegiatan kerelawanan, hal terpenting adalah memastikan komitmen dan menetapkan motivasi. Komitmen penting untuk dimiliki agar kegiatan online volunteering yang dilakukan dapat berjalan secara berkelanjutan dan mampu memberikan manfaat yang optimal (Hanaysha, 2016). Di samping itu, motivasi merupakan kunci dari berawalnya suatu tindakan kerelawanan. Tentunya sehari-hari kita melakukan kegiatan atas dasar suatu motivasi bukan? Nah perlu diingat lagi berkegiatan di ruang daring juga berisiko terhadap masalah keamanan data. Oleh sebab itu, sebelum memutuskan untuk ikut serta dalam sebuah kegiatan online volunteering, pastikan website yang diakses tepercaya dan pastikan keamanan privasi serta data pribadi. 

Dengan perkembangan internet yang pesat, tidak ada salahnya memanfaatkan sarana yang ada untuk mengambil kesempatan menjadi sukarelawan dalam kegiatan yang positif. Akan tetapi, perlu diingat untuk selalu berhati-hati dalam mengakses internet serta selalu pastikan bahwa selalu ada komitmen dan motivasi dalam menjadi kegiatan sukarelawan, teman!

 

Penulis: Anindya Chandrawimba, Danisa Melati Diponegoro

Editor: Aulia Nur Zahro

 

Referensi

Ackermann, K., & Manatschal, A. (2018). Online volunteering as a means to overcome unequal participation? The profiles of online and offline volunteers compared. new media & society, 20(12), 4453-4472. https://doi.org/10.1177/1461444818775698

Hamburger, Y. A. (2008, March). Potential and promise of online volunteering. Computers in Human Behavior, 24, 544-562. https://doi.org/10.1016/j.chb.2007.02.004

Hanaysha, J. (2016). Testing the effects of employee engagement, work environment, and organizational learning on organizational commitment. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 229, 289-297. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.07.139 

Phirangee, K., & Malec, A. (2020). Othering in online learning: An examination of social presence, identity, and sense of community. In Social presence and identity in online learning (pp. 24-36). Routledge. 

Truman, B., & Truman, J. M. (2017). Advancing Personal Learning Using the Internet of Things: Creating Bonds for Societal Inclusivity. In Integrating an Awareness of Selfhood and Society into Virtual Learning (pp. 240-256). IGI Global. https://doi.org/10.4018/978-1-5225-2182-2.ch016 

West, D. M. (2015). Digital divide: Improving Internet access in the developing world through affordable services and diverse content. Center for Technology Innovation at Brookings, 1, 30.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.