Help-seeking behaviour adalah suatu komunikasi seseorang dengan orang lain, baik secara formal maupun informal, untuk mendapatkan bantuan dalam memahami, memberi informasi, dan memberi bantuan dalam menghadapi situasi atau masalah yang kompleks (Rickwood et al, 2005). Pada ranah psikologi, help-seeking behaviour merupakan proses koping adaptif sebagai upaya untuk mendapatkan bantuan eksternal dalam menangani masalah kesehatan mental (Rickwood & Thomas, 2012). Rickwood et al. (2005) mendefinisikan help-seeking behaviour dalam empat tahapan. Pertama, kesadaran dan kemampuan mengenali gejala terhadap masalah yang dihadapi dan menilai bahwa mungkin memerlukan intervensi dari orang lain. Kedua, mengungkapkan masalah yang dihadapi dengan penyampaian yang mudah dipahami orang lain. Ketiga, ketersediaan sumber bantuan dan dukungan dalam menangani masalah yang dihadapi. Keempat, kesediaan pencari bantuan untuk mengungkapkan masalahnya kepada sumber bantuan.
Rickwood & Thomas (2012) menyatakan bahwa help-seeking behaviour mencakup bantuan yang bersumber dari sumber bantuan formal (layanan klinik, konselor, psikolog, psikiater, staf medis, dan pemuka agama), semi formal (guru, supervisor, academic advisor, dan coach), informal (teman, peer group, keluarga, dan pasangan), dan self help. Sejak remaja, secara alami seseorang akan cenderung mencari bantuan informal sebagai bantuan utama, sedangkan bantuan formal menjadi pilihan terakhir. Hal tersebut sesuai dengan Yin et al. (2019) yang menyatakan bahwa bantuan psikologis pertama yang dicari oleh remaja adalah sumber bantuan informal. Pencarian bantuan dari sumber informal tidak menjadi masalah ketika masalah yang dihadapi masih dapat ditangani oleh sumber bantuan informal. Namun, ketika penanganan masalah tersebut tidak tepat, perlu untuk mencari sumber bantuan formal
Fischer et al. (1983) menyatakan bahwa secara garis besar terdapat tiga faktor yang menghambat seseorang dalam mencari bantuan, yaitu faktor personal, faktor sosial budaya, dan faktor agensi.
- Faktor personal
Faktor personal meliputi karakteristik personal dan situasi. Misalnya, rasa malu untuk menceritakan masalah pribadi dan merasa dapat mengatasi permasalahannya sendiri. Rickwood et al. (2007) menyebutkan bahwa remaja dan dewasa muda lebih memilih untuk mengandalkan diri mereka sendiri daripada mencari bantuan eksternal. Alasan terbesar remaja tidak mencari bantuan adalah karena mereka merasa dapat mengatasi sendiri masalah yang mereka hadapi. Perilaku tersebut berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan atas otonomi diri ketika remaja. - Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya berhubungan dengan nilai-nilai budaya dan karakteristik kelompok sosial tertentu. Misalnya, budaya kolektif atau individualis, stigma sosial yang berkembang di masyarakat, dan ekspresi emosi yang berbeda pada setiap budaya (Rasyida, 2019). Stigma yang ada di masyarakat dapat menyebabkan ketakutan bahwa memiliki masalah kesehatan mental akan memengaruhi karir masa depan (Lumaksono et al., 2020). Berkembangnya stigma dalam mencari bantuan profesional membuat banyak orang akhirnya memilih untuk bungkam dan menyembunyikan kondisi dan masalah yang dialaminya - Faktor agensi
Menurut Fisher et al. (1983), faktor agensi berkaitan dengan penyedia layanan, seperti karakteristik layanan, karakteristik praktisi psikologi, dan masalah lain yang berkaitan. Misalnya, klien merasa praktisi psikologi tidak memahaminya, masalah ketidakpercayaan kepada praktisi psikologi, akses pelayanan yang sulit, dan harga yang dirasa tidak sebanding dengan pelayanan yang diberikan. Selain itu, kebanyakan orang masih memiliki pemahaman yang rendah mengenai prosedur dan bentuk penanganan yang tepat dalam mencari bantuan professional (Rasyida, 2019).
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menangani hambatan tersebut dan mendorong seseorang agar bertindak mencari bantuan penanganan gangguan mental saat diperlukan.
- Menggunakan anonymous help line atau layanan online
Tidak menyebutkan identitas diri dapat membuat seseorang lebih nyaman menyampaikan kondisinya. Sementara itu, layanan yang diakses secara online dapat meminimalisasi munculnya stigma dan memudahkan seseorang untuk mengaksesnya dalam 24 jam (Mitchell dkk., 2017). - Berhenti menyebut diri sendiri dengan kata yang negatif
Bila seseorang tidak menyebut kondisi dirinya dengan kata-kata “gila” atau ucapan negatif mengenai kondisi mental lainnya, ia dapat berpikir lebih jernih. Dengan demikian, ia mampu berperilaku positif terhadap dirinya sendiri dan berinisiatif melakukan help-seeking behavior (Porter, 2016). - Mempertimbangkan harapan dari layanan kesehatan mental
Seseorang seringkali merasa khawatir terhadap penanganan atau keputusan yang diambil psikolog terhadap diri mereka. Namun, perlu diketahui bahwa sebagai klien, seseorang dapat menyampaikan preferensi mereka mengenai tindakan intervensi yang akan dilakukan dan harapan dari layanan kesehatan mental tersebut (Porter, 2016).
Help-seeking behavior telah terbukti secara signifikan mempengaruhi pemulihan personal penyintas gangguan mental (Patterson dkk., 2019). Bila melakukan help-seeking behavior, seseorang mendapatkan layanan kesehatan mental. Tindakan tersebut mampu mengurangi stres, meningkatkan fungsi diri, dan menyelesaikan masalah (Vidourek dkk., 2014). Oleh karena itu, penting bagi seseorang untuk mengetahui dan mampu melakukan help-seeking behavior saat kondisi kesehatan mentalnya dirasa terganggu.
Nah, bila dirasa perlu melakukan help-seeking behavior, teman-teman sivitas akademika UGM dapat menghubungi call center psikososial UGM pada nomor 0811 285 1221.
Penulis: Ramadhanti Dhea Utami, Ivana Galuh Paramita
Editor: Basilia Faras
Daftar Pustaka
Fischer, E. H., Winer, D., & Abramowitz, S. I. (1983). Seeking professional help for psychological problems. In A. Nadler, J. D. Fisher, & B. M. DePaulo (Eds.), New directions in helping (Vol. 3, pp. 163–185). New York: Academic Press.
Lumaksono, N. A. P., Lestari, P., & Karimah, A. (2020). Does mental health literacy influence help-seeking behavior in medical students?. Biomolecular and Health Science Journal, 3(1), 45–48. https://doi.org/10.20473/bhsj.v3i1.19093
Mitchell, C., McMillan, B., & Hagan, T. (2017). Mental health help-seeking behaviours in young adults. The British Journal of General Practice : The Journal of The Royal College of General Practitioners, 67(654), 8–9. https://doi.org/10.3399/bjgp17X688453
Patterson, C., Perlman, D., Moxham, L., & Burns, S. (2019). Do help-seeking behaviors influence the recovery of people with mental illness?. Journal of Psychosocial Nursing and Mental Health Services, 57(12), 33–38. https://doi.org/10.3928/02793695-20190920-03
Porter, R. (2016, May 17). Seeking Mental Health Care: Taking the First, Scary Step. PsychCentral. https://psychcentral.com/lib/seeking-mental-health-care-taking-the-first-scary-step#1
Rasyida, Afinnisa. (2019). Faktor yang menjadi hambatan untuk mencari bantuan psikologis formal di kalangan mahasiswa. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 8(2), 193–207. https://doi.org/10.30996/persona.v8i2.2586
Rickwood, D., Deane, F. P., Wilson, C. J., & Ciarrochi, J. (2005). Young people’s help-seeking for mental health problems. AeJAMH (Australian e-Journal for the Advancement of Mental Health), 4(3). https://doi.org/10.5172/jamh.4.3.218
Rickwood, D. J., Deane, F. P., & Wilson, C. J. (2007). When and how do young people seek professional help for mental health problems?. The Medical journal of Australia, 187(S7), S35–S39. https://doi.org/10.5694/j.1326-5377.2007.tb01334.
Rickwood, D., & Thomas, K. (2012). Conceptual measurement framework for help-seeking for mental health problems. Psychology research and behavior management, 5, 173–183. https://doi.org/10.2147/PRBM.S38707
Vidourek, R. A., King, K. A., Nabors, L. A., & Merianos, A. L. (2014). Students’ benefits and barriers to mental health help-seeking. Health Psychology and Behavioral Medicine, 2(1), 1009–1022. https://doi.org/10.1080/21642850.2014.963586
Yin, H., Wardenaar, K. J., Xu, G., Tian, H., & Schoevers, R. A. (2019). Help-seeking behaviors among Chinese people with mental disorders: a cross-sectional study. BMC psychiatry, 19(1), 373. https://doi.org/10.1186/s12888-019-2316-z