Kelas Tagana Internal (KTI) diadakan pada 30 September 2023 secara daring melalui Zoom Meeting. Nah, tahun ini, KTI tentunya mendatangkan narasumber keren yang juga pernah menjadi bagian dari Repsigama, yaitu Mas Dandi Prasetyo atau kerap disapa Mas Saleto. Dengan tema “Dive Deeper into Psychosocial Realm”, kira-kira apa saja sih yang dibahas dalam KTI 2023? Yuk, simak rekap materinya di sini, ya!
Penerjunan relawan tentunya bukan hal yang mudah nih, guys. Perlu diketahui bahwa dalam sekali penerjunan, diperlukan serangkaian tahap, mulai dari persiapan keberangkatan, ketika telah berada di lokasi, dan pasca penerjunan. Mari kita kulik, tahap per tahap ya teman-teman!
Pertama, tahap persiapan penerjunan relawan. Ketika terjadi bencana, relawan tidak dapat langsung pergi menuju lokasi tanpa melakukan riset atau asesmen dasar terlebih dahulu. Asesmen ini dapat berupa informasi yang didapatkan dari televisi atau media sosial yang akan berlanjut pada “apakah diperlukan adanya bantuan?”. Selanjutnya, apabila sekiranya dibutuhkan bantuan, teman-teman perlu mencari kontak penanggung jawab posko setempat untuk melakukan validasi informasi dan menjalin relasi dengan penanggung jawab tersebut. Setelah didapatkan informasi yang kredibel, maka perlu mempersiapkan bantuan yang akan disalurkan ke lokasi krisis tersebut. Selain itu, perlu juga untuk mempersiapkan logistik pribadi relawan selama penerjunan. Berdasarkan hasil asesmen, relawan mempersiapkan materi atau program yang akan diterapkan di lokasi. Permohonan izin penerjunan ke lokasi krisis sebaiknya sudah mulai dibuat dan selesai sebelum keberangkatan. Perlu teman-teman ketahui bahwa pelatihan relawan sebelum penerjunan juga perlu dilakukan untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang terlatih untuk diterjunkan ke lokasi krisis atau bencana.
Kedua, ketika berada di lokasi bencana atau krisis. Hal awal yang dapat dilakukan adalah melakukan building rapport dengan masyarakat atau relawan lain, misalnya dengan ngobrol basa basi. Selanjutnya, melakukan asesmen ulang dan mencocokan data asesmen awal apakah sesuai dengan keadaan realita di lokasi. Sering kali, keadaan di lokasi berbeda dengan asesmen awal, misalnya terdapat bantuan yang datang lebih cepat, perubahan penanganan, atau lingkungan yang sudah mulai tenang dan tidak panik. Asesmen ulang ini penting untuk meninjau apakah rencana kegiatan atau program kerja dapat diterapkan atau membutuhkan perubahan. Teman-teman juga bisa melengkapi kebutuhan logistik yang diperlukan, seperti perlengkapan yang lupa dibawa atau dibutuhkan karena perubahan program. Selama pelaksanaan program dan kegiatan, harap untuk berkoordinasi dengan komandan atau penanggung jawab posko setempat. Building rapport juga dilakukan setiap hari untuk berbaur dengan masyarakat dan melihat progres di lokasi. Di waktu senggang, ketika tidak melaksanakan program kerja, relawan dapat membantu relawan lain dan membangun hubungan baik dengan mereka.
Ketiga, kegiatan pasca penerjunan yaitu evaluasi dan penyusunan laporan pasca kegiatan. Evaluasi dan laporan ini menjadi acuan apakah diperlukan penerjunan lanjutan atau tidak. Apabila diperlukan, laporan juga menjadi dasar rencana kerja dari relawan selanjutnya yang akan terjun ke lokasi bencana atau krisis.
Penerjunan relawan, terutama apabila menjadi kali pertama penerjunan bagi seseorang, mungkin akan cukup sulit. Apalagi ketika berada di budaya yang berbeda, akan muncul ketakutan seperti takut salah berperilaku atau berbicara. Tak jarang, ada juga respon masyarakat yang kurang terbuka terhadap relawan psikososial yang datang.
Pelaksanaan program harus disesuaikan dengan kondisi setempat dan usia penyintas. Sering kali, program yang diterapkan tidak menunjukkan output yang ‘terlihat’. Hal ini karena output dari program berfokus pada perubahan lingkungan, komunikasi antar penyintas, dan komunikasi penyintas dengan relawan. Nah, dalam penerjunan kebencanaan, salah satu keunggulan mahasiswa psikologi sebagai relawan adalah dari segi asesmen yang cenderung lebih detail daripada background lain.