Self Heating Food: Makanan disaat Darurat

Pernahkah kamu melihat self-heating food? Beberapa influencers, seperti Sisca Kohl dan Jerome Polin, sudah pernah mencoba dan mengulas self-heating food karena keunikannya. Jadi, seperti namanya, makanan self-heating food ini bisa panas dengan sendirinya tanpa api. Kok bisa? Yuk, kita bahas bersama!

  • Apa itu self-heating food?

Self-heating food merupakan makanan kemasan yang praktis, cepat, dan tidak memerlukan api maupun microwave. Berkat kepraktisannya, di Amerika Serikat, produk self-heating food ini telah dimanfaatkan oleh militer dan masyarakat yang gemar naik gunung, camping, dan aktivitas alam lainnya (Oliver-Hoyo, et al., 2009; Pawestri, 2021). Sebelumnya, pada tahun 1981, produk serupa lebih dikenal dengan istilah Meal, Ready-to-Eat (yang selanjutnya disingkat MRE) (Mason, et al., 1982.). Semasa tersebut, MRE dikembangkan oleh Amerika Serikat untuk keperluan militer di Vietnam. Selain itu, MRE juga didistribusikan kepada masyarakat di dalam kondisi darurat akibat bencana alam. read more

Peran Penyandang Disabilitas dalam Persiapan Tanggap Bencana

Ketika bencana melanda, semua orang menjadi panik dan berusaha menyelamatkan diri sesegera mungkin, tak terkecuali bagi para penyandang disabilitas. Akan tetapi, pada kenyataannya para penyandang disabilitas juga masih banyak yang belum mengetahui cara untuk membuat dirinya tetap berdaya saat dan setelah terjadi bencana, tidak hanya mengandalkan masyarakat non-difabel saja. Selain itu, kesadaran masyarakat akan adanya kelompok rentan yang harus diutamakan saat penanggulangan bencana seringkali masih kurang. Padahal, dalam UU No. 24 tahun 2007 sudah disebutkan bahwa masyarakat dengan disabilitas tergolong dalam kelompok rentan yang harus diperhatikan secara khusus ketika penyelamatan bencana. Karena tergolong dalam kelompok rentan, masyarakat dengan disabilitas itu jarang dilibatkan dalam persiapan tanggap darurat bencana. Banyak orang yang “tidak melihat” para penyandang disabilitas karena sistem yang ada sebelum terjadinya bencana menyulitkan mereka untuk terlibat (Dibley et al., 2021). read more

Kelekatan Emosional Dalam Hubungan Manusia: Attachment Style 

Kelekatan (attachment) merupakan ikatan emosional yang kuat antara dua orang. Kelekatan secara emosional dapat tumbuh seiring dengan kenyamanan fisik yang ditimbulkan oleh kedua manusia. Attachment seringkali diasosiasikan dengan hubungan romantis seseorang, tetapi sebenarnya attachment merupakan kelekatan yang muncul pada masa bayi dan kanak-kanak yang berasal dari hubungan anak dan orang tua. Namun, seiring berjalannya waktu kelekatan tersebut bisa tumbuh dan mendasari pola hubungan interpersonal pada masing-masing manusia. Ada beberapa ahli yang mengajukan pandangan-pandangan tentang pola kelekatan (attachment) pada manusia. Salah satu ahli yang mencetuskan jenis kelekatan berdasarkan perbedaam individual adalah John Bowlby dan Mary Ainsworth. Ainsworth menciptakan situasi asing (strange situation), yakni suatu metode observasi untuk mengukur kelekatan bayi berupa serangkaian perkenalan, perpisahan, dan reuni dengan pengasuh dan orang dewasa asing dalam urutan tertentu. Berdasarkan respons bayi dalam situasi asing, muncul beberapa jenis kelekatan sebagai berikut: read more

Pembahasan Teori Adler: Overcoming Feelings of Inferiority

Pernahkah kamu melihat media sosial orang lain dan berpikir “Dia keren banget, aku cuma remahan rengginang”? Hal seperti ini biasa kita kenal dengan merasa inferior. Menurut Cambridge Dictionary, inferior digunakan sebagai istilah saat kita merasa tidak pantas maupun tidak sepantas orang lain. 

Meskipun begitu, ini bukan suatu kelemahan yang harus dikhawatirkan. Adler (1939) menyatakan bahwa perasaan inferior pasti ada pada setiap individu, bahkan perasaan inilah yang membuat individu berusaha dan bekerja keras (Schultz & Schultz, 2013). Namun, saat perasaan inferior menjadi sangat intens sampai kamu tidak bisa mengatasinya, bisa saja akan berkembang menjadi yang namanya inferiority complex. read more

Langkah Penyelamatan Hewan Peliharaan dan Persiapannya Dalam Menghadapi Bencana

Teman-teman pasti pernah dengar bahwa Indonesia adalah negara rawan bencana, kan? Seperti yang kita tahu, bencana dapat membahayakan keselamatan kita sehingga secara naluriah kita akan berusaha untuk menyelamatkan diri agar tidak terdampak secara fisik, seperti luka atau bahkan meninggal. Akibat terjadinya bencana, biasanya orang-orang akan merasa panik dan memprioritaskan dirinya sendiri dan keluarga dekatnya agar bisa selamat. Tak jarang, saking paniknya menyelamatkan diri, para pemilik hewan peliharaan melupakan keselamatan hewan peliharaannya dan banyak yang belum mengetahui langkah apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan hewan peliharaannya dalam keadaan darurat. read more

Fase Psikologis Seseorang dalam Berduka menurut Kubler-Ross

Seseorang yang hidup pasti akan mati. Hal ini merupakan suatu kenyataan yang pahit tetapi pasti akan terjadi suatu hari nanti. Tidak ada seseorang yang bisa menangkal dan menghindari kematiannya. Perihal kematian akan selalu menjadi topik yang menyedihkan bagi setiap manusia, baik yang menjalaninya maupun orang-orang disekitarnya. Dalam psikologi, seorang tokoh menciptakan sebuah teori tentang fase-fase seseorang dalam menghadapi sebuah kematian. 

Kubler-Ross (1970) telah menemukan sebuah teori tentang kematian. Teori ini menjelaskan tentang bagaimana seseorang melewati fase-fase menjelang kematian dari yang awalnya menolak keadaan tersebut hingga pada akhirnya bisa menerima keadaannya. Tahapan ini dibagi menjadi 5 fase perilaku dan pemikiran saat seseorang dihadapkan menjelang kematian.  read more

Put Yourself in Others’ Shoes

Definisi

Psychological First Aid (PFA) merupakan sebuah respons yang bersifat manusiawi dan suportif kepada sesama manusia yang sedang menderita atau memerlukan dukungan (Sphere, 2011). Dalam mempraktikkan PFA, perlu adanya rasa empati kepada penyintas. Empati berasal dari kata pathos dalam bahasa Yunani pathos yang berarti perasaan mendalam. Empati merupakan keadaan psikologis di mana seseorang menempatkan pikiran dan perasaannya ke dalam pikiran dan perasaan orang lain yang dikenal maupun orang yang tidak dikenal (Hasyim & Farid, 2012) read more

Mengenal Urgensi PFA dalam Setting Bencana

Teman-teman pasti sudah tidak asing dengan istilah P3K. Ya benar P3K merupakan pertolongan pertama pada korban secara fisik dan medis. Namun, apakah teman-teman tahu bahwa ada juga pertolongan pertama bagi penyintas atau korban dari sisi psikologi nya? Pada artikel ini repsigama akan memperkenalkan tentang pertolongan pertama psikologi bagi korban maupun penyintas . Pertolongan pertama psikologi biasa disebut PFA (psychological first aid). PFA sendiri sering diaplikasikan pada setting bencana alam. Lebih jelasnya lagi, akan dibahas pada sub bab berikutnya. Jangan lupa dibaca sampai akhir yaa!! read more

Recap Kelas Tagana x Logistik with Mas O

Kegiatan kerelawanan meliputi beberapa aspek yang perlu dipelajari yaitu prosedur kerelawanan, building rapport, serta manajemen diri, dan anggota relawan lain saat berada di lokasi bencana. Menjadi relawan merupakan hal yang spontanitas karena bencana terjadi secara tiba-tiba. Namun, bukan berarti kita dapat melakukan penerjunan secara tiba-tiba dan tanpa persiapan. Sebagai relawan, kita harus mempersiapkan dasar-dasar dari kerelawanan agar saat di lokasi bencana kita dapat membantu penyintas serta mengaplikasikan ilmu yang kita dapatkan secara optimal. read more

Recap Kelas Medis “Eating Disorder” – 29 Mei 2021

Eating disorder bukan pilihan gaya hidup atau pencarian atensi.

Jenis-jenis eating disorder:

  1. Anorexia Nervosa
    Ketakutan yang besar akan kenaikan berat badan sehingga mengupayakan agar berat badan tidak bertambah.
  2. Bulimia Nervosa
    Makan dalam jumlah yang besar dalam waktu yang singkat, tetapi diikuti dengan ketergantungan tindakan kompensatori (muntah atau minum obat tertentu) untuk menjaga berat badannya.
  3. Binge Eating Disorder
    Makan dalam jumlah yang besar dalam waktu yang singkat dan tidak diikuti dengan ketergantungan tindakan kompensatori. Makan dilakukan walaupun tidak merasa lapar, sampai merasa tidak nyaman, dilakukan sendirian, dan setelahnya ada rasa bersalah, malu, atau distress lain.
  4. Pica
    Makan sesuatu yang bukan makanan, tidak bernutrisi, dan perilaku tersebut tidak lazim di masyarakat. Contohnya, makan tanah, tepung mentah, atau pasir minimum selama sebulan.
  5. Avoidant/ Restrictive Food Intake Disorder
    Tidak tertarik sama sekali dengan makanan. Namun, hal tersebut tidak disebabkan karena kondisi medis atau batasan budaya. Tindakannya adalah menghindari makanan dengan karakteristik tertentu.
  6. Body Dysmorphic Disorder
    Terlalu fokus pada kekurangan diri yang sebenarnya tidak tampak atau di mata orang lain tidak terlalu penting. Contohnya adalah Muscle Dysmorphia, yaitu individu merasa kekurangan otot. Tindakan yang biasa dilakukan adalah mengaca terus, skin-picking, membandingkan penampilan dengan orang lain.
  7. Orthorexia Nervosa
    Obsesi memiliki pola makan yang sehat dan ideal, tapi tujuannya bukan untuk penurunan berat badan. Karaktistiknya adalah kompulsif dan/atau preokupasi mental tentang pola makannya, jika melanggar aturannya sendiri menyebabkan ia sangat takut, cemas, dan stres, melakukan pembatasan makanan yang menjadi lebih parah selanjutnya.
  8. Other Specified Feeding & Eating Disorder
    • Purging Disorder: menyalahggunakan obat laksatif/diuretik/obat lainnya maupun memuntahkan kembali makanan, tapi tanpa disertai Binge Eating
    • Night Eating Disorder : makan banyak di malam hari.

Berikut adalah dampak dari Eating Disorder dari berbagai sisi.

  1. Kardiovaskular
    Penggunaan laksatif & diuretik dapat menyebabkan tubuh kehilangan elektrolit yang diperlukan kesehatan jantung & tekanan darah. Tekanan darah dan detak jantung yang turun dapat berujung pada gagal jantung.
  2. Pencernaan
    Eating Disorder dapat menimbulkan Gastroparesis alias melambatnya sistem pencernaan yang kemudian menyebabkan kembung, sakit kepala, mual dan  muntah, gula darah naik turun drastis, berhentinya pergerakan usus sehingga menyebabkan makanan diam di dalam usus. Masalah dalam usus tersebut berakibat infeksi bakteria dan konstipasi kronis. Selain itu, binge eating dapat menyebabkan lambung robek. Muntah terlalu sering juga dapat merusak gigi dan esofagus. Dampak lain adalah terjadinya pankreatitis.
  3. Neurologi
    Dari sisi neurologi, eating disorder dapat menyebabkan bahan baku untuk otak tidak terpenuhi. Dengan demikian, seseorang bisa menjadi sulit konsentrasi, sulit tidur karena kelaparan, obsesi dengan makanan,merasa pusing/ pingsan saat berdiri. Eating Disorder juga menimbulkan ketidak-seimbangan elektrolit sehingga berpotensi mengalami seizure dan kram. Sleep apnea atau berhenti bernafas saat tidur juga menjadi salah satu dampak gangguan ini.
  4. Endokrin
    Hormon sex dan tiroid dapat menurun kadarnya karena eating disorder.
  5. Lainnya
    Dampak lainnya adalah rontoknya rambut, dehidrasi kronis yang berakibat pada gagal ginjal, dan malnutrisi kronis.


Beberapa faktor risiko eating disorder meliputi:

Biologis 

  1. Suka ber-diet
    Orang yang suka melakukan diet obsesinya akan “berat badan” akan bertambah yang justru dapat meningkatkan resiko binge eating.
  2. Kekurangan kalori kronis
    Biasanya terjadi pada orang yang menyukai olahraga berat (mereka akan memperhatikan kalori dan bentuk badannya). Termasuk Termasuk dari growth spur, sakit atau latihan olahraga berat.
  3. Tipe satu diabetes melitus
    Sengaja tidak menyuntik insulin “diabulimia”, bertujuan agar kurus.
  4. Keluarga dengan eating atau mental health disorder
    Apabila ada keluarga yang memiliki eating atau mental health disorder biasanya dapat  beresiko menurunkan anxiety, depresi & adiksi

Psikologis 

  1. Perfeksionis
    Orang yang perfeksionis memiliki Standar terhadap diri sendiri yang tidak realistik.
  2. Ketidakpuasan dengan body image diri 
    Merasa tidak puas dengan diri sendiri secara mental / fisik.
  3. Anxiety disorder
    Pernah mengalami anxiety disorder/ OCD, social phobia. 
  4. Behavioural inflexibility
    Tidak mau mengikuti perkembangan zaman dan hanya merasa boleh ada 1 aturan yang “benar”.

Sosial 

  1. Stigma berat/bentuk badan
    Adanya stigma “thinner is bettermarketing strategies.
  2. Akulturasi
    Adanya westernisasi. Setelah 3 tahun tv barat masuk ke Fiji 74% wanita merasa gemuk, 69% berdiet,29% clinical eating disorder. Padahal memang ada perbedaan bentuk badan orang Fiji dan orang barat.
  3. Hubungan sosial orang terbatas
    Tidak memiliki banyak relasi, selalu sendirian & mengisolasi diri, serta kurangnya dukungan sosial.
  4. Bullying
    Mendapat bullying terutama bullying dalam hal body atau weight shaming.

Pica

  1. Malnutrisi
    Kekurangan zat besi dan seng
  2. Mental disorder
    Memiliki intellectual disability, scizophrenia, dan ASD.

ARFID atau ketidaktertarikan terhadap makanan

  1. Mental disorder
    Memiliki intellectual disability, scizophrenia, dan ASD.
  2. Extreme picky eating
    Seorang anak tidak dibimbing secara profesional, sehingga Tidak bisa melewati fase fussy eater bertahun-tahun

Cara menghindari eating disorder:

  1. Body image
    Berfokus pada cara pandang terhadap bentuk tubuh,penampilan, menyadari bahwa kesempurnaan fisik yang ditampilkan oleh media tidak realistik. Setelah menyadari bahwa kesempurnaan fisik seperti badan barbie atau model-model yang ditampilkan di media tidak realistik, dapat menerima tubuh yang tidak seperti gambaran “body image” yang tidak realistik tersebut. 
  2. Health at every size and body size
    Fokus pada mindfulness (mindful eating & exercise) dalam menjaga dan mengatur kesehatan tubuh. Bentuk tubuh & Berat badan bukan patokan kesehatan Kita bisa berusaha untuk menjadi sehat kapanpun, bagaimanapun keadaan tubuh kita saat ini. Mengatur pola makan dan berolahraga karena merasa enjoy & butuh, bukan suatu tekanan atau hukuman. Dapat membedakan mana “lapar mata” dan “lapar fisik”. Lapar mata yaitu Lapar & haus karena perubahan hormon/mood, ingin coba, sedangkan lapar fisik yaitu Lapar & haus karena tubuh butuh energi, nutrien, cairan, . 
  3. Mengatur pola makan yang baik
    Cara mengatur pola makan yang baik:

    1. Jadwal makan teratur yaitu tiap 2-3 jam dan ada snack time.
    2. Jadwal tidur teratur yaitu 6-8 jam.
    3. Sering minum air putih.
    4. Protein di tiap jam makan.
    5. Mengurangi gorengan.
    6. Perbanyak buah & sayur.
    Membagi porsi makanan dan pembagian makanan
    Melakukan healthy plate disetiap makan, setengah piring bisa diisi dengan serat yang tidak digoreng lalu, seperempat nabati yang juga tidak digoreng dan seperempat lagi karbohidrat.

    Daftar Pustaka 

    Hudson, J. I., Hiripi, E., Pope H. G. Jr., And Kessler, R. C. (2007). The prevalence and correlates of eating disorders in the national comorbidity survey replication. Biol. Psychiatr, 61, 348–358. Doi: 10.1016/J.Biopsych.2006.03.040 read more