Mengenal Alat Deteksi Bencana Alam
Bagaimana sih cara mengurangi atau bahkan mencegah adanya korban jiwa yang disebabkan oleh bencana alam? Salah satunya adalah dengan adanya deteksi dini bencana alam! Gempa bumi dan tsunami dapat deteksi lebih awal dengan beberapa teknologi yang ada. Penasaran seperti apa? Dalam artikel ini, kita akan mengenal lebih jauh tentang alat-alat tersebut, yuk langsung saja ke yang pertama.
=&0=&Seismograf, atau yang biasa disebut dengan seismometer, merupakan instrumen yang digunakan untuk mendeteksi dan merekam gempa bumi (United States Geological Survey, n.d.). Secara umum, seismograf terdiri dari sebuah massa yang terpasang pada sebuah dasar. Saat terjadi gempa bumi, dasar tersebut akan bergoyang, sedangkan massanya tidak sehingga pergerakan inilah yang akan ditransformasi menjadi aliran listrik. Setelah itu, aliran listrik akan direkam pada kertas, perekam magnetik, ataupun pada media rekam lainnya. Rekaman ini tidak hanya proporsional dengan pergerakan massa relatif seismometer terhadap bumi, tetapi juga secara matematika dapat dikonversikan menjadi sebuah rekaman pergerakan absolut tanah (United States Geological Survey, n.d.).
Sistem ini terdiri dari beberapa alat ukur, termasuk tide gauge, jaringan CCTV, jaringan GPS, dan juga radar tsunami (Zakiah, 2021). Tide gauge merupakan alat pengukur pasang surut air laut yang biasanya ditempatkan di pantai untuk mengetahui keberadaan tsunami di pantai. Jaringan CCTV digunakan untuk memantau area pantai untuk melihat datangnya tsunami. Jaringan GPS berfungsi untuk menentukan posisi di permukaan bumi yang dinyatakan dengan koordinat geografis (garis bujur, garis lintang, dan ketinggian). Radar tsunami digunakan untuk mendeteksi datangnya tsunami dari jarak 150 kilometer di tengah laut hingga menuju pantai. Radar ini memancarkan gelombang elektromagnetik frekuensi tinggi untuk meningkatkan ketelitian dan konfirmasi terjadinya tsunami. InaTEWS juga memakai decision support system (DSS) untuk menghasilkan peringatan dini tsunami secara cepat dan akurat (Zakiah, 2021). DSS mengumpulkan semua informasi dari kelompok sensor untuk memutuskan apakah tsunami benar terjadi atau tidak.
Geohotspot BMKG 4.0 merupakan sistem untuk monitoring peringatan dini kebakaran hutan dan lahan yang sekaligus dapat memantau potensi sebaran kabut asap (Finaka, 2018). Sementara inovasi Geohotspot 4.0 memungkinkan BMKG mengidentifikasi titik panas secara lebih presisi dan real-time. Adapun inovasi Info BMKG 4.0 menjadikan informasi cuaca BMKG lebih presisi dan akurat dimana prediksi cuaca tidak hanya dalam skala provinsi maupun kabupaten namun hingga tingkat kecamatan maupun venue. Tingkat akurasi mencapai 85 – 100 persen (Rini, 2018).
Standar DECT pertama kali ditetapkan pada tahun 1992 yang dikembangkan oleh ETSI (European Telecommunication Standard Institute). Penelitian telah dimulai pada tahun 1987 hingga berdirinya pertama kali. Awalnya, DECT dikenal sebagai Digital European Cordless Telephony yang berkembang menjadi Digital European Cordless Telecommunications. Dan pada tahun 1995, nama tersebut akhirnya diubah menjadi Digital Enhanced Cordless Telecommunications. Pada tahun 2007, standar baru untuk DECT diluncurkan (NG-DECT). Perbaikan berikutnya dilakukan pada tahun 2011 yang disebut DECT Ultra-low energy (DECT-ULE). Peningkatan ini menambahkan manfaatnya dalam kesehatan, baterai otomatis, pelacakan energi yang digunakan. DECT sering digunakan untuk telepon nirkabel di gedung-gedung dan telah membangun kehadiran yang kuat di pasar ini. Telepon nirkabel dengan standar ini biasanya terdiri dari stasiun pangkalan DECT dan satu atau lebih handset.
Multi Parameter Radar (MPR) bisa memberi peringatan dini bila terjadi bencana dan bisa dipindahkan sesuai kebutuhan serta membantu dalam perekaman data cuaca. Parameter Sistem Radar: Setelah pulsa energi elektromagnetik dipancarkan oleh radar, waktu yang cukup harus berlalu untuk memungkinkan sinyal gema kembali dan dideteksi sebelum pulsa berikutnya ditransmisikan. Oleh karena itu, PRT radar ditentukan oleh jarak terjauh dari target yang diharapkan. Jika PRT terlalu pendek (PRF terlalu tinggi), sinyal dari beberapa target mungkin tiba setelah transmisi pulsa berikutnya. Hal ini dapat mengakibatkan ambiguitas dalam rentang pengukuran.
INA TRITON Buoy untuk memantau perubahan unsur cuaca di atas dan bawah laut. Teknologi desain, konstruksi, instalasi, dan pemulihan iklim pelampung (disebut Ina-TRITON) telah ditransfer dari insinyur MARITEC ke pihak Indonesia melalui pelatihan di JAMSTEC dan PUSPIPTEK, serta di R/V kedua negara (Mirai dan Baluna Jaya III). Dasar konstruksi pelampung pertama Ina-TRITON hampir selesai pada akhir TA 2011 dan akan dipasang di dekat Pulau Papua (titik jaringan internasional di dalam ZEE Indonesia, didukung oleh JAMSTEC sampai sekarang) pada bulan September 2012 oleh tim Indonesia di Baluna Jaya III.